Slogan Kami

Matius 18:10 Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga.

TAWARAN BERMANFAAT

Jumat, 25 April 2014

Pelajaran Dari Seekor Beaver

Ayat Inti: Kolose 3 :23
 "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. "

Pernahkah kalian melihat seekor Beaver?
Beaver adalah seekor binatang mamalia sejenis berang-berang. Beaver hidup di Amerika Utara. dan merupakan binatang yang kebanyakan hidupnya berada di air.
Binatang ini termasuk binatang yang sangat tekun dan rajin. Sebagian besar waktunya digunakan untuk bekerja. 

Beaver dikenal sebagai binatang pemotong pohon. 
Beavers menggunakan gigi depannya yang kuat untuk menebang pohon dan melepas kulit kayu serta memotong ranting-rantingnya. 

Biasanya beaver menggerogoti cabang-cabang pohon, kemudian membawa, menyeret, menarik, serta mendorong batang-batang pohon dan ranting-ranting yang sudah dipotong tadi ke dalam air. Setelah itu Beaver akan menyimpan beberapa cabang dalam air untuk digunakan sebagai makanan selama musim dingin. Lalu cabang-cabang lain yang tidak dimakan biasanya digunakan untuk memperbesar atau memperbaiki bendungan dan rumah mereka, sehingga runmahnya akan selalu nyaman dan hangat. Dan yang luar biasa. meskipun Beaver terbiasa bekerja bersama-sama dengan beaver lainnya, namun ia juga tetap rajin bekerja meski hanya sendirian. Ia melakukan hal ini terus menerus tanpa mengenal lelah.

Pelajaran penting yang bisa kita dapat dari seekor Beaver adalah " bahwa kita harus tekun dan rajin seperti Beaver"
Kita harus terus  berlatih untuk menjadi seorng yang tekun dan rajin.
Apa artinya menjadi tekun dan rajin? 
1. Ini  berarti untuk terus melakukan upaya dengan tanpa menyerah dalam menyelesaikan tugas. 
2. Ini berarti mengerahkan diri untuk memenuhi apa yang harus dilakukan tanpa penundaan yang tidak perlu, 
3. Dan akhirnya bertindak dengan hati-hati, cermat dan teliti,

Dengan kata lain, apapun pekerjaan yang diberikan kepadamu, lakukanlah dengan cinta yang tulus, lakukanlah dengan sepenuh hati dan jangan ditunda-tunda,
Alkitab memberitahu kita: "Apa pun yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan, dan bukan untuk manusia" (Kolose 3:23).

Ketekunan merupakan satu hal yang penting dan harus dicapai karena dengan tekun dan rajin maka kita akan dapat menjadi orang-orang yang produktif dan berhasil. 
Semoga ini bermanfat bagi kita semua.

Selasa, 22 April 2014

Kisah di balik karya lukisan "The Praying Hands"

Filipi 2:3-4  dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. 

“The Praying Hands” atau “Tangan Berdoa” adalah nama dari sebuah lukisan karya Albrecht Durer (1471 – 1528). Karya yang memperlihatkan sepasang tangan yang tertangkup mengarah ke atas itu sering juga dijadikan karya seni yang berupa pahatan kayu ataupun batu. Rupanya, karya yang sangat terkenal itu mempunyai latar belakang sebuah kisah legenda yang berasal dari negara Jerman. Nah, para domba cilik, marilah kita simak kisahnya;

Pada abad ke 15 Masehi, di dekat kota Nuremberg terdapatlah sebuah desa kecil, di desa itu hiduplah satu keluarga yang memiliki anak yg berjumlah 18, Ya, delapan belas orang! Sang ayah adalah seorang pedagang emas yang sehari-harinya bekerja hampir delapan belas jam demi menghidupi keluarganya.

Meskipun keluarga itu bukan keluarga yang kaya, namun dua anak sulungnya, yakni Albrecht Durer dan adiknya Albert Durer, mempunyai cita-cita tinggi. Mereka bercita-cita bahwa suatu saat kelak mereka akan menjadi para seniman terkenal.

Karena mereka sadar bahwa sang ayah tidak akan mampu membiayai kuliah mereka maka Albrecht Durer dan adiknya Albert Durer mencari cara untuk mewujudkan cita-cita mereka itu.

Setelah diskusi yg panjang maka akhirnya kakak beradik itu membuat kesepakatan. Mereka akan mengundi, dan yang menang akan bersekolah lebih dulu ke akademi agar bisa menjadi seorang seniman, sedangkan yang kalah akan tetap tinggal dan bekerja di pertambangan, supaya uangnya dapat digunakan untuk biaya kuliah. Demikianlah mereka akan bergantian. Dan ternyata Albrecht Durer menang sehingga adiknya, Albert Durer, yang akan bekerja untuk membiayainya berkuliah di akademi.

Ternyata, Albrecht adalah seorang yang sangat berbakat dan menjadi bintang di akademi Nuremberg. Karya-karyanya bahkan jauh lebih baik daripada karya para profesornya. Sehingga Albrecht Durer berhasil lulus dengan hasil yang gemilang, dan ia mendapat cukup banyak uang atas karya-karyanya.

Kemudian, ketika Albrecht Durer kembali ke desanya, keluarganya sangat bangga, lalu mengadakan pesta makan malam di halaman rumah untuk merayakan keberhasilannya.Menjelang akhir acara pesta itu Albrecht menghampiri adiknya yang tercinta untuk minum bersulang dengannya. Sebelum bersulang Albrecht berkata, " Albert, adikku, aku sangat berterima kasih atas jerih lelahmu selama ini demi kesuksesanku. Dan sekarang, giliranmulah untuk pergi ke akademi di Nuremberg, dan saya akan membiayai semua yang kau perlukan."
Semua orang mengarahkan perhatian ke Albert Durer, sang adik, yang duduk di ujung meja. Air mata mengalir di wajah Albert yang pucat, dan sambil menggelengkan kepalanya sementara ia menangis. Lalu disekanya air mata di pipinya, dan dia memegang tangannya, sambil berkata pelan, "Tidak, saudaraku, saya tak akan pergi ke Nuremberg. Bagi saya hal itu sudah terlambat. Lihatlah ... lihat apa yang terjadi pada tanganku setelah empat tahun bekerja di tambang. Tulang-tulang jari saya pernah hancur setidaknya sekali!. Dan akhir-akhir ini saya juga terkena rheumatoid yang parah di tangan kanan saya, sehingga untuk memegang gelas ini dan bersulang denganmu pun aku tak bisa. Aku tidak bisa lagi memegang kuas dan melukis garis-garis halus di kanvas. Bagi saya itu sudah terlambat."

Seketika itu suasana berubah menjadi haru, Albrecht Durer sangat sedih melihat kenyataan itu. Dan suatu hari, sebagai ungkapan rasa terima kasih dan hormatnya kepada sang adik atas semua yang telah dikorbankannya maka Albrecht Durer mencoba menghela Albert Durer, meluruskan jari-jarinya dan kemudian melukisnya. Setelah selesai, diberinya judul lukisan itu "Hands," yang lambat laun dunia mengenal karya itu sebagai suatu karya persembahan cinta yang tulus, tangan yang berkorban dan memohon. Itu lah sebabnya karya itu lebih terkenal dengan judul "The Praying Hands." Tangan yang berdoa, berkorban demi mewujudkan sebuah cita-cita saudaranya, dan tanpa pamrih.

(sumber : http://sumber-hidupituanugerah.blogspot.com)